Bersamamu Kuraih Surga (12)
Tak
terasa hampir Maghrib, Hanum berniat membangunkan suaminya, dibelai
lembut tangan suaminya. Dingin, deg, jantung Hanum langsung
berdetak kencang, berteriak memanggil suster jaga dan dokter. Seketika ruangan
menjadi ramai, dokter berdatangan dan perawat sibuk melakukan tugasnya. Dokter
dan perawat sudah membantu semaksimal mungkin, tetapi Allah swt berkehendak lain. Mas Lukman Suaminya wafat dengan tenang, seperti tidur saja dengan seulas senyum
tersungging di bibir. Tidak ada yang menyangka, seperti mimpi, siang tadi tersadar
dan menunjukkan kondisi membaik tiba-tiba pergi, beliau merasa tenang dan bahagia setelah
mendengar kabar Aisy telah selamat melahirkan kedua buah hatinya, pergi diringi lantunan ayat suci Alquran yang Hanum bacakan. Hanum merasa separuh nyawanya melayang,
sandaran hatinya telah berpulang. Lelaki yang sangat disayangi, begitu setia
menemani hidup dan bertanggungjawab. Lelaki yang mendampinginya dunia dan akherat.
Mendung kelabu mengiringi
Mas Lukman ke peristirahatan yang terakhir. Aisy hadir bersama suami dan kedua
buah hatinya. Aisy sangat terpukul dan sedih, beliau berencana pulang menjenguk ayahnya, namun takdir berkata lain, ayahnya
pergi terlebih dahulu. Aisy menangis di pusara, sosok ayah yang
disegani dan disayanginya. Suami Aisy berusaha menenangkan, Hanum memeluk
tubuh anaknya. Beliau merasakan kesedihan yang dirasakan Aisy, bagi Aisy, Ayah adalah
sosok laki-laki yang dihormati dan dikagumi. Berdua mereka larut dalam doa,
doa yang sama untuk sosok laki-laki terbaik, sederhana tapi berjiwa malaikat.
Seorang suami dan ayah yang penyabar, lelaki yang dikirim Allah swt di
kehidupan dua orang perempuan lemah, membimbingnya menjadi wanita tangguh dan kuat, sampai akhir hidup, sampai waktu
nya pulang, dengan senyuman. Tuntas sudah perjuangannya di dunia, semoga mereka
bisa bersama di kehidupan abadi. Lelaki sederhana yang mau menerima
wanita apa adanya, semoga Allah swt melapangkan kubur dan
menempatkannya di tempat yang terbaik, doa yang selalu Hanum panjatkan di setiap
akhir sujudnya. Aisy merasakan kesdihan yang dirasakan oleh ibunya, beliau
mengajak ibunya untuk tinggal bersama. Hanum menolak lembut ajakan Aisy,
dan terbalik meminta Aisy untuk tinggal bersamanya. Empat puluh hari berlalu tanpa
kehadiran lelaki surga, hampa terasa hati Hanum. Jumat pagi, ibu dan anak berencana untuk mengunjungi makam. Tiba-tiba pandangannya
gelap,berputar dan pingsan. Hanum tersadar sore hari dan sudah berada di rumah
sakit. Aisy yang membawanya ke rumah sakit, aisy begitu khawatir dengan kesehatan
ibunya. Dokter menemukan sumbatan darah beku di kepala dan itu adalah efek kecelakaan
yang pernah dialami oleh Hanum beberapa puluh tahun silam. Tindakan operasi
perlu dilakukan agar sumbatan tersebut hilang dan peredaran darah di kepala
ibunya kembali lancar. Detail
sekali beliau berkonsultasi dengan dokter untuk rencana tindakan operasi dan lemah lembut Aisy memberitahukan kepada ibunya. Awalnya Hanum
menolak, tetapi memang akhir-akhir ini Hanum sering mengalami sakit kepala yang
hebat, bahkan terkadang sampai tak sadarkan diri. Aktifitasnya sangat terganggu sekali
jika sakit kepala datang mendadak. Akhirnya diputuskan Hanum menjalani operasi, Aisy terus
berdoa dan menyemangati. Operasi berlangsung selama delapan jam dan
dinyatakan berhasil. Begitu efek bius hilang, Hanum merasakan sakit di bagian
kepala belakang, sakit sekali, mencoba memanggil Aisy tetapi tubuhnya merasakan dingin dan menggigil
hebat, beberapa perawat dan dokter mengecek keadaannya, nampak Aisy yang begitu
khawatir. Airmata langsung jatuh berderai. Dokter memberikan suntikan penenang sehingga
kondisi Hanum kembali tenang dan tertidur. Dokter memanggil Aisy untuk membicarakan kondisi
ibunya, Ada komplikasi yang dialami oleh ibu dan mengakibatkan
tubuh ibu kejang. Dokter berusaha semaksimal mungkin untuk membantu
meminimalkan komplikasi yang dialami oleh ibu. Aisy senantiasa berada di sisi
ibunya, ayat suci Alquran terus dibacakan, berharap mukzijat
yang maha Kuasa untuk kesembuhan ibunda. Dini hari ibunya tersadar,
digenggam tangan ibu dan dicium kening ibu tercintanya. Aisy melihat ada yang
ingin di katakan oleh ibu, telinganya mendekat ke mulut bunda, perlahan tetapi cukup jelas didengarnya. Airmata Aisy
jatuh berderai, ibunya ingin dibimbing mengucapkan kalimat tauhid. Perlahan sekali ibunya berusaha mengikuti, tiga kali ibu dapat
mengucapkan kalimat tauhid, kening ibu berpeluh, Aisy merasakan gengaman tangan ibu semakin
erat. Begitu tenang proses kepergian ibu dan seulas senyum
menghiasi bibirnya. Empat puluh
hari setelah kepergian ayahanda, sekarang ibu menyusul menghadap illahi. Aisy
begitu tegar dan tabah. Kedua orang tuanya wafat dalam waktu yang berdekatan. Mereka berdua tidak bisa dipisahkan terlalu lama kembali bersatu dalam keabadian.
Kini giliran Aisy membesarkan kedua buah hati dan meneruskan cita-cita kedua
orang tuanya menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. Aisy mewakafkan
semua harta ibu dan ayah untuk membangun rumah tahfid. Rumah kenangan keluarga
sekarang berubah menjadi tempat bagi para santri penghafal alquran. Usaha menjahit dan
kebun buah juga diteruskan oleh para karyawan dan hasilnya digunakan
untuk mengelola rumah tahfidz. Rumah tahfidz sendiri diperuntukkan bagi anak-anak yatim
dan dhuafa, mereka menghafal Alquran dan diberikan berbagai ketrampilan. Semoga
dari Rumah tahfidz ini lahir generasi-generasi muslim yang tangguh dan
bermanfaat bagi ummat dan lebih utama adalah seluruh kebaikan, amal jariah ini
dipersembahkan Aisy untuk kedua orang tua tercinta. Berbahagia
untuk kedua orang tua dan In Syaa Allah berkumpul kembali di jannahnya. Aamiin
Comments
Post a Comment